Namaku Ian, tinggal di salah satu kota besar di Jawa Barat. Yang
kuceritakan disini adalah kejadian waktu aku masih duduk di kelas 1 SMP.
Keluargaku tinggal di sebuah komplek perumahan yang cukup jauh dari
pusat kota, sehingga suasana antar warganya masih akrab dan cukup dekat
satu sama lain.
Semuanya bermula ketika keluargaku menggaji seorang pembantu yang
bernama Yeyen. Dia merupakan pembantu yang digaji perhari, banyak
keluarga di komplek kami yang menggunakan jasanya. Suatu ketika, aku
sedang memberi makan kucingku ketika bel pintu berbunyi, aku segera
melihat siapa yang datang, ternyata Mbak Yeyen.
“Halo Ian, ada siapa di rumah?” tanya Mbak Yeyen.
“Oh Mbak, kirain siapa. Mama Papa kan jam segini belum pulang Mbak..”
jawabku sambil mempersilahkan dia masuk.
“Oh gitu, kalo sendirian aja biar skalian Mbak temenin aja, kamu lagi
apa?” tanya Mbak Yeyen lagi sambil langsung menuju dapur, aku mengikuti
dari belakang sambil memandang pantat Mbak Yeyen yang montok. Hari ini
dia memakai sweater hitam yang dipadu dengan rok coklat sepanjang betis.
“Ga lagi ngapa2in Mbak..” jawabku.
“Ya udah Mbak nyuci dulu ya.” katanya lagi.
Aku hanya mengangguk dan pergi ke kamarku main Playstation.
Beberapa jam kemudian aku capek dan mulai tertidur. Tiba2 Mbak Yeyen
masuk ke kamarku hanya dengan mengenakan handuk yang dililitkan ke
badannya. Aku terbangun karena suara pintu yang terbuka.
“Ian, mama kamu punya hair dryer nggak?” tanyanya, sambil mengacak2
rambutnya yang basah didepan cermin besar di kamarku.
“Mama sih punya Mbak, cuman Ian ga tau tempatnya dimana.” aku berbaring
kembali. Mbak Yeyen memang biasa mandi dan makan di rumahku apabila
orangtuaku sedang tidak ada, malah kadang2 dia membawa teman2nya untuk
nonton DVD, masak apa yang ada di kulkas, hingga tidur2an di kamar Mama
sambil ngegosip.
“Yah, kalo gini rambut Mbak bakal lama keringnya dong.”
Aku tidak menjawab. Tiba2 Mbak Yeyen melemparkan tubuhnya ke ranjang,
tepat disebelahku sambil tertawa.
“Uaah, Mbak ikut nungguin disini ya..” katanya. Lipatan handuknya
terlepas tapi Mbak Yeyen tidak berusaha merapikannya. Payudaranya yang
besar terlihat jelas. Aku bengong, soalnya baru pertama kali itu aku
melihat payudara seorang wanita.
“Heh kamu ngeliatin apa?” canda Mbak Yeyen.
“Dadanya Mbak Yeyen gede..” ucapku polos.
“Bagus nggak? Kamu suka?” tanya Mbak Yeyen lagi. Tapi tanpa menunggu
jawabanku tiba2 Mbak Yeyen mendekap kepalaku ke payudaranya sambil
tertawa2.
“Nih Ian, isep..! Isep..!” candanya. Sementara aku tidak bisa bergerak
karena Mbak Yeyen menindihku. Aku hampir tidak bisa bernapas. Mbak Yeyen
terus membekapku dengan payudaranya, seringkali putingnya yang coklat
dipaksakan memenuhi mulutku. Kira2 10 menit Mbak Yeyen berbuat begitu,
aku yang tidak tahu apa2 bingung sendiri melihat Mbak Yeyen mulai
keringatan dan napasnya terengah engah.
“Ian, buka bajunya dong!” kata Mbak Yeyen sambil berjalan menuju pintu
dan menguncinya.
“Ian ga mau, malu sama Mbak!” aku mulai ketakutan karena tidak mengerti
apa yang terjadi dan kenapa Mbak Yeyen berperilaku aneh. Aku melompat
dari ranjang dan berlari menuju pintu, berusaha membukanya meski aku
tahu itu percuma karena kunci pintu sudah disimpan Mbak Yeyen di atas
lemari yang sulit kujangkau.
“Udah sini kamu!” bentak Mbak Yeyen sambil mengangkat tubuhku, aku hanya
bisa meronta2 tak berdaya. Lalu Mbak Yeyen membantingkan tubuhku ke
atas ranjang, aku sesak, tapi Mbak Yeyen tak peduli, dia langsung
menindih kakiku tepat dilutut, celanaku dipelorotkan, bajuku dibuka
paksa sehingga kancing2 bajuku berhamburan di lantai. Tiap kali aku
mencoba bangun, Mbak Yeyen mendorongku kembali, malah kadang2 dia
menamparku sambil membentak2 menyuruhku berbaring.
Aku ketakutan sekali sehingga aku pasrah dan hanya bisa menangis. Mbak
Yeyen mengocok penisku dan kadang2 mengulumnya sampai keseluruhan
penisku masuk ke dalam mulutnya, jari2 tangan kirinya bermain2 di
vaginanya. Kira2 15 menit kemudian, dia berjongkok diatasku dan mulai
mengarahkan penisku yang menegang ke dalam vaginanya. Aku benar2 bingung
dan tidak mengerti apapun, yang kurasakan hanya kenikmatan yang
luarbiasa ketika penisku masuk seluruhnya ke dalam liang vagina Mbak
Yeyen.
“Ahh.. Ahh..” Mbak Yeyen mendesah sementara pinggulnya bergoyang2,
kadang memutar, kadang naik turun. Tanganku ditarik sedemikian rupa
sehingga memegang payudaranya.
“Cepetan remes..! Yang kuat remesnya tolol!” bentak Mbak Yeyen, aku
sudah meremas sekuat tenaga tapi telapak tanganku tidak mampu menjangkau
seluruh payudaranya. Plaak!! Mbak Yeyen kembali menamparku.
“Aaah.. Mau keluar niihh..!” Mbak Yeyen mempercepat gerakannya, badanku
yang jauh lebih kecil dari Mbak Yeyen terombang ambing mengikuti
gerakannya. Meski ketakutan, aku tidak bisa berbohong kalau rasanya
nikmat sekali, seperti mau kencing tapi beda. Akhirnya aku hanya
memejamkan mata ketika spermaku keluar. Mbak Yeyen menyadari aku keluar,
dan dia makin mempercepat gerakannya sambil tertawa2.
“Oooh…! Hahaha enak kan? Aah…! Nnngh..! Mbak juga mau keluar..!” sehabis
bicara begitu tubuh Mbak Yeyen bergetar dan sedetik kemudian dia
mendesah kencang.
“Aaaahhh…!! Nikmatt..!” desahnya sementara tubuhnya berkedut2 mengejang.
Aku tergolek lemas saat Mbak Yeyen berdiri. Tiba2 dia berjongkok kembali
tapi kali ini dia mengarahkan vaginanya ke wajahku.
“Aaah.., bersihin Yan, jilatin semuanya!” aku tak bisa lagi memberontak.
Tangan Mbak Yeyen memegang kepalaku sementara vaginanya yang basah
digesek2an ke mulut dan wajahku. Aku menangis dan berusaha menolak tapi
tenaga Mbak Yeyen jauh lebih kuat. Dibekapnya mulutku dengan vaginanya
sehingga aku kesulitan bernapas, tiba2 semuanya menjadi gelap. Aku
pingsan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar